Dipapag Setan

Ramadhan Writing Challenge
#RCO
#Day13
#OneDayOnePost
#Setan

Kemarin siang saat Bebi Jesi sudah tidur, ibunya ngebut baca Al Qur'an sebab dia sudah menyadari tanda-tanda PMS akan segera datang. Itu artinya dalam seminggu ke depan ia akan libur beribadah sebab halangan bulan memang sudah dinantikan. Kecuali jika terlambat, tapi itu entah kapan. Eh...

Berhubung Bebi Jesi tidur di depan televisi, di atas kasur yang dilipat menjadi dua dan diberi sarti berupa jari kesayangan maka Ibu Jesi pun memposisikan diri tepat di depan puteri kecilnya dan tepat juga di depan televisi. Iseng lah dia menyetel TV kemudian sambil baca Al Qur'an saat iklan.

Ya Rabbi, sudah hampir setengah bulan Ibu Jesi lupa ada acara sebagus ini. Sudah hampir purnama Ramadhan datang, dia lupa pada acara yang amazing ini. Acara Hafiz Indonesia di RCTI.

Saat itu ada dua orang yang sedang tampil hapalan dan menebak ayat. Masyaallah mereka menjawab dengan sempurna, betul semua. Hanya saja memang ada koreksi untuk salah satu diantaranya, yaitu tidak membaca ta'awud dan basmalah. Padahal kedua bacaan itu adalah wajib dibaca oleh para Qori ketika membaca Al Qur'an yang suci.

Ta'awud adalah doa untuk meminta perlindungan Dari Allah dijauhkan dari godaan setan yang terkutuk. Itu memang wajib diucapkan sebelum membaca. Mengapa? Sebab menghapalkan itu mudah, tapi menjaga hapalan agar senantiasa melekat sampai kapan pun juga itu, murajaah.

Jika Qori ada yang kelupaan tidak membacanya, maka yang wajib melengkapi adalah jamaah yang mendengarkan. Wallahua'lam Bissawab.

Sama seperti ketika kita akan melakukan apapun, sebaiknya juga mengucapkan ta'awud,  basmalah, barulah suratnya.

"Ibu, Jesi mau wudu." ucap Jesi setelah bangun dari tidurnya.
"Baca do'a dulu yukk!" ajak Ibu Jesi kepada puteri semata wayangnya.
"Ibu baca apa?"
"Baca ta'awud, basmalah dan do'a wudu sayang. Jesi mau baca?"
"He eh..."

Ibu Jesi menuntun anaknya membaca tiga syarat agar wudunya afdol. Subhanalloh, Bebi Jesi pun menirukan. Sesungguhnya ia memang anak yang cerdas. Di umur setahun, dia sudah melafalkan banyak kata dengan baik. Bahkan ketika sekarang banyak anak yang masih belajar menyusun kata menjadi kalimat, ia sudah bisa bercerita dan sering mengarang pula.

Mengarang?
Lebih tepatnya berimajinasi, kalau menurut Ibu Jesi sendiri. Terutama saat ditelepon oleh Tante, Om, atau Omihnya yang ada di luar negeri.

"Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalam...  Hallo Mih, Ini Jesssi... "
"Hi sayang, ini Omih. Jesi lagi apa?"
"Jesi lagi bantuin Kakung jualan."
"Jualan?"
"Iya, jualan."
"Jualan apa?"
"Sabun, susu, terigu, gula... Tapi Jessi takut jatuh..."
"Jatuh?"
"Kalau bawa terigu, jatuh, nanti pecah..."
Oh, maksudnya begitu. Oke.

Baiklah.

Yang pecah itu bukan terigu sayang... Tapi tangismu. Tadi pagi tangismu pecah sebab kau mendapati Ayahmu belum pulang. Tangismu pecah bukan karena barang maupun karena melihat setan, tapi kau tidak melihat Ayahmu sebatas matamu memandang seluruh ruangan.

Biasanya setiap hari Minggu kau melihat ayahmu di sebelah saat terbangun dari tidurmu. Biasanya setiap hari libur Ayahmu akan menciummu tepat setelah kau membuka matamu di pagi hari. Tapi Minggu ini Ayahmu harus bertugas, dan harus menginap nun jauh di daerah seberang.

Ibu memeluk dan membawamu berjalan, sejauh yang kau inginkan. Katamu kau ingin menyusul Ayahmu. Katamu kau ingin digendong Ayahmu. Sampai tangismu reda, ibumu masih membersamai sampai kau benar-benar bisa ditinggal hanya untuk sekedar mencuri waktu untuknya membersihkan badan.

Tidak ada Ayah Jose membuat Bebi Jesi mutlak ndemblog sama ibunya. Bahkan menjelang berbuka puasa sore kemarin, dia tetap tidak mau dengan siapapun kecuali ibunya. Ibu Jesi sampai mandi tepat saat adzan Maghrib berkumandang. Itu pun dilakukannya dengan gerakan secepat jet, kilat.

Adzan masih terdengar, Ibu Jesi sudah selesai mandi kemudian.

"Ibu, Jesi mau tarawih!"
"Tarawih?"
"He eh..."
"Tunggu, Ibu ganti baju dulu."
"Aja..."

Bebi Jesi sudah jalan dulu di depan, tidak sabar.
"Sini berangkat dulu sama Mbah Uti," usul Mbah Uti sambil berlari ke kamar mandi, mengambil wudu.
"Ayuk Mbah!" jawab Bebi Jesi berjalan lebuh dulu, bahkan tau-tau sudah sampai pintu depan.
"Tunggu... Jess..." kejar Mbah Uti terburu.

Ibu Jesi menyusul kemudian. Ia kunci semua pintu dan jendela kemudian menyalakan starter Vario berwarna putih yang ada di garasi Rumah Clever.

Ibu Jesi mengambil jalan memutar, sebab tiba-tiba ia ingat cerita tentang sesuatu yang mengerikan. Entah benar atau tidak tapi dia percaya bahwa kita memang tidak hidup sendirian. Ada makhluk lain yang Allah ciptakan bersama manusia. Bukankah ada jin, setan, malaikat dan yang lainnya?

Ibu yakin semua itu ada. Ia meyakini hal gaib itu ada, tapi ia juga percaya selama hidup berdampingan dan tidak saling mengganggu, insya allah semua akan berada pada jalur masing-masing.

Sebab Rumah Clever itu rumah yang dikelilingi oleh pekarangan kosong. Sebelah barat, utara , timur dan selatan adalah pekarangan yang banyak ditumbuhi rumput. Ada pula rumpun bambu yang masih rimbun. Bahkan ada beberapa pohon besar yang sampai saat ini tidak ditebang meski semakin hari akan semakin tinggi dan bisa saja akan membahayakan.

Suatu hari pernah ada cerita yang sempat membuatku merinding disko saat melewati jalan.
"Assalamualaikum Mbaeh Jesi.."
"Wa'alaikumsalam... Eh, Pak Bau."
"Iya, nih Mbah. Mau memberi tahu bahwa besok Mbah Uyutnya Jesi suruh berangkat acara Safari Ramadhan, ada santunan untuk para lansia dari Ibu Bupati. Beliau mau rawuh."
"Oh, siap Pak. Nanti tak sampaikan ke Mbah Uyut," jawab Mbah Kakungnya Jesi kemudian. Inti pembicaraan hanya itu yang Ibu Jesi dengar. Sebab Bebi Jesi minta jalan-jalan.

Menjelang tidur, Ayah Jose bercerita tentang cerita yang diceritakan oleh Pak Bau yang bertamu tadi.
"Bu, tadi ada pak Bau ya?"
"Iya," Ibu Jesi menjawab singkat sambil tetap menyusui Bebi Jesi.
"Tadi Mbah Uti cerita katanya pak Bau habis dipapag,"
"Dipapag?"
"Iya. Pas kapan hari itu Pak Bau kan ada urusan dan pulang rumah sampai larut malam. Bahkan dini hari. Katanya sekitar pukul satu gitu,"
"Terus??"
"Kan naik motor ya, terus lewat depan rumah kita ini. Lha di kulon sana dipapag?"
"Dipapag wong?"
"Iya, wong mabur meng nduwur..."

Ibu Jesi menuntup mulut Ayah Jose dengan tangannya.
"Stop, jangan cerita kayak gitu lagi. Ibu jadi takut."
"Mbah Uti malah jadi ketakutan. Makanya kemarin pagi waktu Mbah Uyutnya Jesi mbangun kita saur, dikiranya ada setan apa-apa gitu. Wong suaranya nggak begitu jelas. Manggil-manggil. Terus suara langkahnya kayak sandal diseret gitu."
"Aku juga dengar kok, tapi emang itu suara Mbah Uyut cuman memang ibu mau bangun, Jesi masih menthil."

Ya Allah jauhkan kami dari ketakutan pada makhluk dan dekatkan kami hanya pada rasa takut tak mendapat ridho-Mu. Aamiin. Ya robbal 'alamiin....


@RumahClever, Cilacap, 19 Mei 2019: 10.56.
Betty Irwanti Joko
Ibu Jesi
Nyi Bejo Pribumiluhur

#1042kata


Betty Clever
Betty Clever Lifestyle Blogger

Posting Komentar untuk "Dipapag Setan"